Artikel, Beranda

Mitos Mahasiswa Organisasi

Lumrah, anak organisasi merupakan mahasiswa yang biasanya sangat sibuk. Aktivitasnya padat. Kuliah rapat-kuliah rapat. Sabtu Minggu masih sibuk rapat.
Di dalam otaknya tidak terlalu banyak agenda shoping atau jalan-jalan. Kalau pun shoping atau jalan-jalan, lebih banyak dimaksudkan untuk mempererat tali persaudaraan sesama anak organisasi. Yang sangat di prioritaskan adalah ‘Ngopi’ iya, Ngobrol Pintar He..He..He.

Memiliki teman yang lebih banyak dan beragam dibandingkan mahasiswa yang tidak ikut organisasi. Atau mahasiswa kuliah pulang-kuliah pulang. Kenapa mereka sangat suka berorganisasi? Inilah beberapa mitos yang dikembangkan di dunia organisasi selama mahasiswa:

1. Kepandaian tidak sekadar IPK

Kata Siapa anak organisasi memiliki IPK rendah? Banyak kok anak organisasi mempunyai IPK lebih tinggi dari mahasiswa yang akademisi. Mereka tidak risau kalaupun IPK nya rendah. Mereka baru risau jika organisasinya bermasalah. Mereka rela mati-matian membela organisasinya. Bahkan, tidak jarang anak organisasi rela bolos demi organisasi. Benar bukan?

Anggapan anak organisasi adalah bahwa belajar tidak harus di kelas. Kepandaian seseorang tidak bisa sekadar diukur dari IPK. IPK tidak mampu merepresentasikan kepandaian atau keahlian seseorang.
Sebagian dari kalian mungkin sudah banyak yang tau IPK hanya menilai seorang mahasiswa dari sisi akademik nya saja. Asal kalian rajin masuk kelas, rajin mengerjakan tugas, aktif di kelas, apalagi dekat sama dosen IPK kalian sudah dijamin tinggi.

Anak organisasi merasa lebih tulus ketika mereka belajar di organisasi. Mereka tidak dibayang-bayangi atau di hantui oleh IPK. Mereka rela mengabdi tanpa mengharap balas budi, mulai dari jiwa, raga, bahkan finansialnya demi kemajuan organisasi. Baginya, ini adalah capaian yang jauh lebih berharga daripada sekadar goresan IPK di atas kertas.

Akan tetapi, itu semua menjadi mitos belaka jika anak organisasi memiliki akademik yang hancur akibat ikut organisasi. Mitos anak organisasi punya IPK Nasakom (Nasib satu koma) coba lihat dan tanyakan teman kalian yang menjadi aktivis kalau tidak percaya. Itu menjadi mitos jika ada yang mengatakan anak organisasi tidak sempat belajar akademik dengan alasan belajar di organisasi jauh lebih riil. Kalian tahu kenapa?

Pertama, anak organisasi seharusnya sudah pandai mengatur waktu. Mereka harus bisa memanajamen agar organisasi tidak mengganggu kuliah, dan sebaliknya, kuliah juga tidak mengganggu organisasi. Jika anak organisasi memiliki ketimpangan pada salah satu bagian tersebut, itu namanya belum tuntas di organisasi.
Kedua, kedalaman materi sangat dibutuhkan di organisasi.

Pelajaran-pelajaran di kelas sangat berpengaruh terhadap cara seseorang berorganisasi. Semakin tinggi tingkat pemahaman teori di kelas, semakin cerdas pula mahasiswa tersebut di dalam organisasi. Mereka akan dapat mengaitkan, menggabungkan, atau menyatukan antara teori dan praktik. Sehingga pengetahuannya sangat komperehensif. Bukan kah demikian?

Oleh karena itu, sudah seharusnya anak organisasi juga memiliki kemampuan akademik. Jadi dari situ akan menjadi seorang yang akademisi dan organosatoris. Kalau tidak, khawatirnya, selama di organisasi mereka hanya menjadi event organizer. Mereka tidak memiliki gagasan yang cemerlang dan orisinil.

2. Memiliki Relasi yang luas

Anak organisasi sudah biasa beriteraksi dengan banyak orang dari berbagai latar belakang. Teman-teman anak organisasi biasanya lintas jurusan, lintas fakultas, bahkan lintas universitas. Interaksi intensif juga biasa dilakukan baik dengan sesama mahasiswa, birokrasi, hingga masyarakat umum. Hal itu sudah menjadi kegiatan sehari-hari, hal itu di mulai dari lingkaran kecil yakni apalagi kalau bukan warung kopi. He..he..he

Dalam jangka panjang, orang-orang kenalan anak organisasi tersebut bisa dimanfaatkan sebagai partner membangun masa depan. Bisa partner bisnis, jaringan informasi, dan sebagainya. Sehingga tidak heran bila anak organisasi ketika lulus dari bangku kuliah lebih cepat mendapatkan pekerjaan atau lebih cepat sukses. Itu analisis penulis saja, ingat kalau hal rezeki tetap ada di garis qodrullah sang kuasa. Kita sebagai makhluk nya hanya bisa berusaha melalui hal-hal kecil itu.

Mengapa? Karena jaringan tersebut hanya dapat berfungsi seiring dengan kualitas diri. Meskipun memiliki jaringan yang luas tapi jika anak organisasi tersebut tidak memiliki kualitas diri maka jaringan tidak berfungsi.

Misalnya, Siti adalah anak organisasi. Siti memiliki jaringan namanya Ahmad. Si Ahmad memiliki perusahaan dan sedang butuh karyawan. Meskipun Si Ahmad kenal dengan si Siti, tapi jika Siti tidak memiliki kualitas diri yang baik maka si Ahmad tidak mungkin menarik siti untuk bekerja di perusahaannya. Si Ahmad pasti masih berpikir rasional dan berfikirn1001 kali lagi. Si Ahmad tidak mau perusahaannya bangkrut hanya karena menarik karyawan yang tidak kompeten.

3. Lancar public speaking

Sudah bukan hal baru lagi jika anak organisasi biasa berpidato di hadapan publik. Setidaknya dia sudah sering memimpin rapat atau berpidato di hadapan panitia. Kebiasaan ini biasanya berefek ketika anak organisasi di dalam kelas. Anak organisasi biasanya lebih vokal. Buktikan lah

Tapi, tahukah kalian, kemampuan berbicara di publik hanya akan menjadi bahan tertawaan jika tidak diikuti pengetahuan yang luas. Meskipun dia berani berbicara di publik tapi jika tidak memiliki pengetahuan yang luas pasti isinya itu-itu saja. Ketika berbicara di tempat A isinya itu. Pindah tempat, ya itu lagi. Pindah lagi, ya itu lagi. Sehingga orang akan bosan mendengarkan hal tersebut. Orang malas.

Oleh karena itu, agar tiga bagian di atas tidak menjadi mitos belaka maka anak organisasi juga harus selalu meningkatkan kualitas diri. Janggan hanya pintar mengkritisi tapi imbangi dengan evaluasi diri. Wawasan atau pengetahuan dan kompetensi dirinya harus terus ditingkatkan lagi. Sehingga, anak organisasi benar-benar menjadi mahasiswa yang paripurna. Mahasiswa yang ideal. Mahasiswa yang tidak sekadar pandai teori tapi juga bisa praktik. Sebab, praktik tanpa teori berarti buta. Teori tanpa praktik berarti pincang.

Salam Mahasiswa ✊

2 tanggapan untuk “Mitos Mahasiswa Organisasi”

Tinggalkan komentar